Konseling Rasional Emotif Terapi (RET)


Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.

Menurut Willis (2010:75) RET di kembangkan oleh seorang eksistensialis Albert Ellis pada Tahun 1955. Sebagaimana di ketahui aliran ini di latarbbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami menusia sebagai mana adanya.

Konsep Dasar RET

Konsep dasar yang di kembangkan oleh Ellis (dalam Willis, 2010:75-76) adalah sebagai berikut:

1)      Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun tidak sehat, bersumber dari pemikirana itu.

2)      Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irasional. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan  emosional.

3)      Pemikiran irasional bersumber pada disposisi lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.

4)      Pemikiran dan emosi tidak dapat di pisahkan

5)      Berfikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbl-simbol bahasa.

6)      Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu yang terus menerus pada dirinya.

7)      Pemikiran tak logis-irasional dapat di kembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya.

Perilaku Bermasalah

Ellis (dalam Latipun, 2010: 74-76) mengemukakan indikator keyakinan irasional yang berlaku secara universal. Indikator-indikator orang yang berkeyakinan irasional tersebut sebagai berikut:

1)      Pandangan bahwa suatu keharusan bagi orang dewasa untuk dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang di kerjakan.

2)      Pandangan bahwa tindakan tertentu adalah mengerikan dan jahat, dan orang yang melakukan tindakan yang demikian sangat terkutuk. Seharusnya berpandangan bahwa tindakan tertentu adalah kegagalan diri atau antisocial, dan orang yang melakukan tindakan demikian adalah melakukan kebodohan, ketidaktahuan, atau neirotik, dan akan lebih baik jika di tolong untuk berubah.

3)      Pandangan hal yang mengerikan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri kita. Seharusnya berpandangan bahwa kita menjadi lebih baik untuk mengubah atau mengendalikan kondisi yang buruk, juga bahwa mereka menjadi lebih memuaskan, dan jika hal itu tidak mungkin, untuk sementara menerima dan secara baik-baik merubah keadaanya.

4)      Pandangan bahwa kesengsaraan manusia selalu disebabkan oleh faktor eksternal dan kesengsaraan itu menimpa diri seseorang melalui orang lain atau peristiwa. Seharusnya berpandangan bahwa neurosis itu sebagian besar di sebabkan oleh pandangan bahwa kita mendapatkan kondisi yang sial.

5)      Pandangan bahwa jika sesuatu dapat berbahaya atau menakutkan, kita terganggu dan tidak akan berakhir dalam memikirkannya. Seharusnya berpandangan bahwa seseorang akan lebih baik menghadapinya secara langsung dan mmengubahnya tidak berbahaya dan, jika tidak memungkinkan, diterima sebagai hal yang tidak dapat di hindari

6)      Pandangan bahwa kita lebih mudah menghindari berbagai kesulitan hidup dan tanggung jawab dari pada berusaha untuk menghadapinya. Seharusnya berpandangan bahwa kemudahan itu biasanya banyak kesulitan di kemudian hari.

7)      Pandangan bahwa kita secara absolute membutuhkan sesuatu dari orang lain atau orang asing atau yang lebih besar dari pada diri sendiri sebagai sandaran. Seharusnya berpandangan lebih baik untuk menerima resiko berfikir dan bertindak kurang tergantung.

8)      Pandangan bahwa kita seharusnya kompeten, intelegen, dan mencapai dalam semua kemungkinan yang menjadi semua perhatian kita. Seharusnya pandangan itu adalah kita bekerja lebih baik dari pada selalu membutuhkan untuk bekerja secara baik dan menerima diri sendiri sebagai makhluk yang tidak benar-benar sempurna, yang memiliki keterbatasan umumnya kesalahan.

Tujuan Konseling

Menurut Willis (2010: 76) RET bertujuan memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan serta pandangan klien yang irasional menjadi rational, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi yang optimal.

Melengkapi pernyataan di atas Latipun (2010: 79) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang sistem keyakinan atau cara berfikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight dalam RET, yaitu:

1)      Pemahaman (insight) di capai ketika klien memahami tentang perilaku penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab sebalumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima, yang lalu dan saat ini.

2)      Pemahan terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang mengganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus di pelajari dan di perolah sebelumnya.

3)      Pemahaman di capai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan irasional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan irasional.

Tahapan Konseling

George dan Cristiani (dalam Latipun, 2010: 80) mengemukakan tahap-tahap konseling RET adalah sebagai berikut:

  1. Proses untuk menunjukkan kepada kline bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami bagaimana dan mengapa menjadi demikian, dan menunjukkan hubungan gangguan  yang irasional itu tidak dengan kebahagiaan dan gangguan emosional yang di alami.
  2. Membantu klien meyakini bahwa berfikir dapat ditentang dan diubah. Kesediaan klien untuk di eksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami oleh klien dan konselor mengarahkan pada klien untuk melakukan disputing terhadap keyakinan klien yang irasional
  3. Membantu klien lebih mendebatkan (disputing) gangguan yang tidak tepat atau tidak rasional yang dipertahankan selama ini menuju berfikir yang lebh rasional dengan cara reinduktrinasi yang rational termasuk bersikap secara rataional.

Peran Konselor

Akhmad Sudrajat (dalam http://www.akhmadsudrajat.com) Operationalisasi tugas konselor dalam konseling rational emotif terapi adalah Operasionalisasi tugas konselor: (a) lebih edukatif-direktif kepada klien, (b) menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien; (c) mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya; (d) menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional

Teknik Konseling Rasional Emotif Terapi (RET)

Willis (2010: 78) menjelaskan bahwa layana konseling RET terdiri atas layanan individual dan kelompok. Sedangkan teknik-teknik yang digunakan lebih banyaj dari aliran behavioral therapy. Berikut beberapa teknik konseling RET yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri (berdasarkan emotive experiental) yang terdiri atas:

1)      Assertive training. Yaitu melati dan membiasakan klien terus menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tertentu yang diinginkan.

2)      Sosiodrama. Yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah kehidupan sosial

3)      Self modeling. Yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku tertentu, dimana konselor menjadi model, dank lien akan berjanji mengikuti

4)      Social modeling. Yaitu membentuk perilaku baru melalui modl sosial dengan cara imitasi dan observasi

5)      Teknik reinforcement. Yaitu member reward terhadap perilku rasional atau memperkuatnya (reinforce)

6)      Desensitisasi sistematik.

7)      Relaxation

8)      Self control. Yaitu dengan mengontrol diri

9)      Diskusi

10)  Sumulasi. Dengan bermain peran antara individu dan konselor

11)  Homework assignment (metode tugas)

12)  Bibliografi (member bahan bacaan)


Tinggalkan komentar