Pendekatan Konseling Trait And Factor


A.  Konsep Dasar

Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system atau factor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperament. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor (triait and faktor) adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Pencapaian penemuan diri menghasilkan kepuasan intrinsik dan memperkuat usaha untuk mewujudkan diri. (Surya, Mohamad. 2003 : 3)

Dalam Pendekatan Trait and Factor, memandang bahwa ada delapan dangan tentang manusia yang bisa disimpulkan dari pendapat Williamson (Lutfi Fauzan, 2004:79) yaitu sebagai berikut:

  1. Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk.

Williamson berbeda dengan Rouseau yang menganggap manusia pada dasarnya baik dan masyarakat atau lingkungan lah yang membentuknya menjadi jahat. Menurut Williamson, kedua potensi itu, baik dan buruk, ada pada setiap manusia. Tidak ada individu yang lahir membawa potensi baik semata dan sebaliknya juga tidak ada individu yang lahir semata-mata penuh dengan muatan yang buruk. Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan manusia lain atau lingkungannya.

2. Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah-tengah masyarakat.

Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dan atau dengan bantuan orang lain, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan diri dari masyarakat.

3. Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good live)

Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang. Salah satu dimensi kebaikan adalah “arête”. Manusia berjuang mencapai arête yang menghasilkan kekayaan atau kebesaran diri. Konsep arête diambil dari bahasa Yunani yang dapat diartikan kecemerlangan (axcelent)

4. Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan-pilihan.

Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya. Disekolah dia memperolehnya dari guru, selain itu dari teman dan anggota masyarakat yang lain.

5. Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (The Universe), Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering terjadi salah satu dari: 1. Manusia menyendiri, ketidakramahan alam semesta. 2. Alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menguntungkan bagi manusia dan perkembangannya.

Selain konsepsi pokok tentang manusia sebaimana dikemukakan Williamson, terdapat cakupan penting untuk dikemukakan karakteristik atau hakiki yang lain tentang manusia, yaitu:

  1. Manusia merupakan individu yang unik.
  2. Manusia memiliki sifat-sifat yang umum.
  3. Manusia bukan penerima pasif bawaan dan lingkungannya.

Asumsi Perilaku Bermasalah

Asumsi perilaku bermasalah / malasuai adalah individu yang tidak mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya sehingga individu tersebut tidak dapat mengaktualisasikan dirinya secara optimal. (Gudnanto. 2012. FKIP UMK).

PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi dan Suliono 1991 / 1992 Konseling Individu Trait and Factor DEPDIKBUD Malang) :

  • Mampu berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana
  • Memahami kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
  • Mampu mengembangkan segala potensi secara penuh
  • Memiliki motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
  • Dapat menyesuaikan diri di masyarakat

PRIBADI MALASUAI menurut kategori Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83):

  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)
  • No Problem (bukan permasalah selain diatas)

Kategori Pepinsky

  • Lack of assurance (kurang percaya diri)
  • Lack of skill (kurang keterampilan)
  • Depcelence (ketergantungan)
  • Lach of information (kurang informasi)
  • Self conflict (konflik diri)
  • Chose anxicty (cemas memilih)

B.  Pengertian dan Tujuan Konseling Trait and Factor (TF)

Pengertian Pendekatan Trait and Factor

Yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku). Ciri itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah.

Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi.

Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan.

  1. Tujuan Pendekatan Trait and Factor

Secara ringkas tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor (Lutfi Fauzan 2004:91) , dapat disebutkan yaitu:

  1. Self-clarification (kejelasan diri)
  2. Self-understanding (pemahaman diri)
  3. Self-accelptance (penerimaan diri)
  4. Self-direction (pengarahan diri)
  5. Self-actualization (perwujudan diri)

C.  Model Operasional / Strategi Konseling

Tahap-Tahap Konseling

Konseling Trait and Factor memiliki enam tahap dalam prosesnya, yaitu: analisis, sistesis,, diagnosis, prognosis, konseling (treatment) dan follow-up (Lutfi Fauzan,  2004:92)

  1. Analisis

Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri klien beserta latar belakangnya. Data yang dikumpulkan mencakup segala aspek kepribadian klien, seperti kemempuan, minat, motif, kesehatan fisik, dan karakteristik lainnya yang dapat mempermudah atau mempersulit penyesuaian diri pada umumnya.

Data yang dikumpulkan diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Data Vertikal (mencakup diri klien) yang dapat dibagi lebih lanjut atas:

  • Data Fisik: kesehatan, cirri-ciri fisik, penampakan atau penampilan fisik dsb.
  • Data Psikis: bakat, minat, sikap, cita-cita, hobi, kebiasaan dsb.

2. Data Horizontal (berkenaan dengan lingkungan klien yang berpengaruh terhadapnya): keluarga klien, hubungan dengan familinya, teman-temannya, orang-orang terdekatnya, lingkungan tempat tinggalnya, sekolahnya dsb.

2. Sintesis

Sintesis adalah usaha merangkum, mengolong-golongkan dan menghubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri klien. Rumusan diri klien dalam sistesis ini bersifat ringkas dan padat. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam merangkum data pada tahap sistesis tersebut: cara pertama dibuat oleh konselor, kedua dilakukan klien, ketiga adalah cara kolaborasi.

3. Diagnosis

Diagnosis merupakan tahap menginterpretasikan data dalam bentuk (dari sudut) problema yang ditunjukkan. Rumusan diagnosis dilakukan melalui proses pengambilan atau penarikan simpulan yang logis.

Dalam tahap ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan, yaitu :

  • Identiffikasi masalah, Berdasar pada data yang diperoleh, dapat merumuskan dan menarik kesimpulan permasalahan klien.
  • Etiologi (Merumuskan sumber-sumber penyebab masalah internal dan eksternal). Dilakukan dengan cara mencari hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.

4. Prognosis (tahap ke-4 dalam konseling)

Menurut Williamson prognosis ini bersangkutan dengan upaya memprediksikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada sekarang. Misalnya: bila seorang klien berdasarkan data sekarang dia malas, maka kemungkinan nilainya akan rendah, jika intelegensinya rendah, kemungkinan nanti tdak dapat diterima dalam sipenmaru.

5. Konseling (Treatment)

Dalam konseling, konselor membantu klien untuk menemukan sumber-sumber pada dirinya sendiri, sumber-sumber lembaga dalam masyarakat guna membantu klien dalam penyesuaian yang optimum sejauh dia bisa. Bantuan dalam konseling ini mencakup lima jenis bantuan yaitu:

  • Hubungan konseling yang mengacu pada belajar yang terbimbing kearah pemahaman diri.
  • Konseling jenis edukasi atau belajar kembali yang individu butuhkan sebagai alat untuk mencapai penyesuaian hidup dan tujuan personalnya.
  • Konseling dalam bentuk bantuan yang dipersonalisasikan untuk klien dalam memahami dan trampil untuk mngaplikasikan pinsip dan teknik-teknik dalam kehidupan sehari-hari.
  • Konseling yang mencakup bimbingan dan teknik yang mempunyai pengaruh terapiutik atau kuratif.
  • Konseling bentuk redukasi bagi diperolehnya kataris secara terapiutik.

6. Follow Up

Tindak lanjut merujuk pada segala kegiatan membantu siswa setela mereka memperoleh layanan konseling, tetapi kemudian menemui masalah-masalah baru atau munculnya masalah yang lampau. Tindak lanjut ini juga mencakup penentuan keefektifan konseling yang telah dilaksanakan.

Stategi Implementasi

Sebagai pedoman dalam mengimlementasikan pemecahan masalah, Williamson mengemukakan 5 macam stategi atau teknik umum, dalam (Fauzan. Lutfi. 2004. 95) yaitu:

  1. Forcing Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah. Seperti: siswa harus mau mengikuti atau menerima pelajaran dari guru matematika yang judes yang sebenarnya tidak disenangi siswa.
  2. Changing the environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan, klien memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya. Lingkungan ini mencakup apa dan siapa. Contoh: ruang belajar yang semula menghadap jendela dan jalan raya dibalik menjadi membelakangi, tidak dapat konsentrasi belajar karena tiap belajar ada anak ramai diluar, maka anak-anak itu disuruh pindah atau diusir.
  3. Selecting the appropriate environment (memilih lingkungan yang cocok), contoh: ada beberapa tempat belajat yang dapat dimanfaatkan yaitu, di perpustakaan, di rumah sendiri, dan di rumah teman.
  4. Learning neded skills (belajar keterampilan-keterampilan yang diperlukan), contoh: belajar keterampilan bergaul, membuat paper, dan sebagainya.
  5. Changing attitute (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu, dan arahnya juga pada siapa dan pada apa. Beberapa sikap diri perlu diubah kalau memang tidak menguntungkan, misalnya: sikap segan untuk bertanya.

D.  Model Pola Hubungan Konselor dan Konseli

Situasi hubungan dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004 : 88) sebagai berikut:

  1. Konseling merupakan suatu thinking relationship yang lebih mementingkan peranan berfikir rasional, tetapi tidak meninggalkan sama sekali aspek emosional seseorang.
  2. Konseling berlangsung dalam situasi hubungan kyang bersifat pribadi, bersahabat, akrab, dan empatik
  3. Konseling yang berlangsung dapat bersifat remediatif maupun developmental
  4. Setiap pihak (konselor-klien) melakukan perannya secara proporsional.

E.  Model Penampilan

Model penampilan konselor (Lutfi Fauzan, 2004:88), terbagi menjadi:

Sikap konselor

  • Dapat menempatkan diri sebagai seorang guru
  • Menerima sebagian tanggung jawab atas keselamatan klien
  • Bersedia mengarahkan klien kearah yang lebih baik
  • Tidak netral, sepenuhnya terhadap nilai (value)
  • Yakin terhadap asumsi-asumsi konseling yang efektif.

Keterampilan konselor

  • Memiliki pengalaman, keahlian dalam teori perkembangan manusia dan pemecahan masalah
  • Dapat memanfaatkan teknik-teknik pemecahan individu baik teknik testing maupun teknik non testing
  • Dapat melaksanakan proses konseling secara fleksibel
  • Dapat menerapkan strategi pengubahan tingkah laku beserta teknik-tekniknya
  • Menjalankan peranan utamanya secara terpadu

F.   Model Analisis dan Diagnosis

Model analisis

Model analisis dalam konseling Trait and Factor (Lutfi Fauzan, 2004:92) dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti : catatan kumulatif, wawancara, catatan anekdot, tes psikologis, dan sebagainya. Selain itu juga study kasus. Dalam study kasus juga dapat digunakan sebagai analisis maupun metode untuk memadukan semua data yang terdiri dari catatan komprehensif yang mencakup keluarga, perkembangan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan, serta minat dan kebiasaan-kebiasaan lain.

G. Model Diagnosis

Model diagnosis dalam konseling Trait and Factor (Surya , Mohamad. 2003 : 6) merupakan tahap pertama menginterprtrasikan data melalui proses penarikan kesimpulan permasalahan dari klien secara logis berupa identifikasi masalah. Dalam identifikasi masalah ada dua kaegori yang sifatnya deskriptif menurut Bordin dan Pepinsky yaitu:

Kategori diagnostik dari  Bordin ialah :

  1. Dependence (ketergantungan)
  2. Lack of Information (kurangnya informasi)
  3. Self – Conflict (konflik diri)
  4. Choice – anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)

Kategori diagnosis dari Pepinsky ialah :

  1. Lack of Assurance (kurang dukungan)
  2. Lack of Information (kurangnya informasi)
  3. Lack of Skill (memiliki keterampilan)
  4. Dependence (ketergantungan)
  5. Self – Conflict (konflik diri)

H.  Model Peran Konselor.

Peranan yang dapat dan seharusnya dilakukan oleh seorang konselor Trait and Factor (Surya, Mohamad. 2003 : 5) adalah sebagai berikut :

  1. Konselor memberitahu kepada klien tentang berbagai kemampuan yang diperoleh melalui penyelenggaraan testing psikologis, angket dan alat ukur lainnya.
  2. Konselor memberitahukan tentang bidang-bidang yang cocok sesuai dengan kemampuan serta karakteristiknya.
  3. Konselor secara aktif mempengaruhi perkembangan klien.
  4. Konselor membantu klien mencari atau menemukan sebab-sebab kesulitan atau gangguannya dengan diagnosis eksternal.
  5. Secara esensial peranan konselor adalah seperti guru, dimana “memberi informasi” dan “mengarahkan secara efektif”.

I.     Model Teknik

Teknik – teknik konseling yang dikemukakan Wiliamson (Lutfi Fauzan, 2004 : 96) ada lima macam yaitu sebagai berikut:

  1. Establishing rapport (menciptakan hubungan baru)

Untuk cepat menciptakan hubungan baru yang baik, konselor perlu menciptakan suasana hangat, bersifat ramah dan akrab dan menghilangkan kemungkinan situasi yang bersifat mengancam.

Ada beberapa hal yang terpenting, dan terkait dengan keperluan penciptaan rapport tersebut:

–          Reputasi konselor, khususnya reputasi dan kompetensi (competency repulation), konselor harus memiliki nama baik dimata siswa.

–          Penghargaan dan perhatian konselor kepada individu.

–          Kemampuan konselor dalam menyimpan rahasia (confidentiality) termasuk kerahasiaan hasil-hasil konseling atas siswa-siswa terdahulu.

Untuk memenuhi maksud di atas, maka dalam prosesnya konselor dapat melakukan tindakan-tindakan yang membuat siswa merasa aman dan dihargai sejak penyambutan. Oleh karena itu, konselor perlu: menyebut nama siswa begitu ia muncul, menjabat tangan, menghindarkan kesan segan, menolak atau tidak sabar dan muka cemberut, mempesilahkan duduk, dan mengawali pembicaraan dengan topic-topik netral.

2. Cultivatingself-understanding (mempertajam pemahaman diri)

Konselor perlu berusaha agar klien atau siswa lebih mampu memahami dirinya yang mencakup segala kelebihan maupun kekurangannya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatan dan mengatasi kekurangannya. Untuk itu, dapat dimengerti kalau misalnya onselor dituntut untuk menginterprestasikan data klien, termasuk data hasil testing.

3. Advising or planning a program of action (membari nasehat atau membantu merencanakan program tindakan)

Dalam melaksanakan hal ini, konselor memulai dari apa yang menjadi pilihan klien, tujuannya, pandangannya, dan sikapnya: kemudian mengemukakan alternasi-alternasi untuk dibahas segi-segi positif dan negatifnya, manfaat dan kerugiannya. Oleh karena itu, klien perlu didorong untuk menyampaikan ide-idenya sendiri untuk dipertimbangkan, dan konselor memberikan saran-saran pengambilan keputusan dan pelaksanaannya.

Ada tiga cara dalam memberikan nasehat, yaitu:

–          Direct advice (nasehat langsung), secar jelas dan terbuka konselor mengemukakan pendapatnya. Cara ini dilakukan bila klien memang tidak mengetahui langsung apa yang harus diperbuat atau diinginkan.

–          Persuasive, dilakukan bila klien telah mampu menunjukkan alas an yang logis atas pilihan-pilihannya, tetapi belum mampu menentukan pilihan.

–          Explanatory (penjelasan), dilakukan apabila klien telah dapat mengajukan pilihannya termasuk pertimbangan baik buruknya. Konselor memberikn nasehat dengan menjelaskan implikasi-implikasi putusan klien.

4. Carrying out the plan (melaksanakan rencana)

Mengikuti pilihan atau keputusan klien, konselor dapat memberikan bantuan langsung bagi implementasi atau pelaksanaannya. Bantuannya, antara lain berupa rencana atau program pendidikan dan pelatihan atau usaha-usaha perbaikan lainnya yang lebih dapat menyempurnakan keberhasilan tindakan. Contoh/; apabila dalam keputusannya, klien akan menemui gurunya, maka klien diajak mendiskusikan kapan hal itu dilakukan, dimana, dengan cara apa, dengan siapa dan sebagainya.

5. Refferal (pengiriman pada ahli lain)

Pada kenyataannya tidak ada konselor yang ahli dalam memecahkan segala permasalahan siswa, yang karena itu konselor perlu menyadari keterbatasan dirinya. Apabila konselor tidak mampu, janganlah memaksakan diri atau berbuat coba-coba. Konselor perlu mengirimkan kliennya pada ahli lain yang lebih mampu.

J.    Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dan kekurang teori trait and factor (Gudnanto. 2012. FKIP UMK), yaitu:

  1. Kelebihan Teori Trait and Factor, yaitu:
    1. Pemusatan pada klien dan bukan pada konselor
    2. Identifikasi dan hubungan konseli sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
    3. Lebih menekankan pada sikap konselor daripada teknik
    4. Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuanitatif
    5. Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam konseling
  2. Kelemahan Teori Trait and Factor, yaitu:
    1. Konseling terpusat pada pribadi dan dianggap sederhana
    2. Terlalu menekankan aspek afektif emosional, perasaan sebagai penentu perilaku tetapi melupakan factor intelektual, kognitif dan rasional
    3. Penggunaan informasi untuk membantu klien tidak sesuai dengan teori
    4. Tujuan untuk sikap klien yaitu memaksimalkan diri dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit menilai individu
    5. Sulit bagi konselor untuk bersikap netral dalam situasi hubungan interpersonal.

K. Penerapan / Aplikasi

Paijo adalah siswa kelas X SMA di sebuah kota kecil. Dia merasa tidak diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya. Ayah ibunya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kemudian dia mencari pelarian dengan clubbing yang otomatis minuman keras dan narkoba sudah menjadi hal biasa. Dia sendiri merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut, tapi sulit baginya untuk lepas dari kebiasaannya itu, karena menurut pendapatnya dengan seperti itu dia akan mendapatkan banyak teman dan tidak kesepian lagi. Akhirnya dia semakin tidak nyaman dan datang ke konselor untuk meminta bantuan. Dalam kasus ini, konselor menggunakan pendekatan konseling Trait and Factor.

Daftar Psutaka

Fauzan, Lutfi. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang : Elang Mas

Fauzan, Lutfi dan Suliono. 1991/1992. Konseling Individu Trait and Factor. DEPDIKBUD : Malang

Surya, Mohamad. 2003. Teori-Toeri Konseling. Bandung : CV. Pustaka Bani Quraisy

Gudnanto. 2012. Ringkasan Materi Pendekatan Konseling. UMK : FKIP

http://spupe07.wordpress.com/2009/12/24/teori-konseling-trait-and-factor-rational-emotive-therapy/. Diunduh pada tanggal 5 maret 2012 jam 10.10

Penulis: Iwan Tarwadi, Dyah Ristiyani, Repdalini, Mahasiswa UMK